Friday, 6 March 2015

KEUTAMAAN UMROH

KEUTAMAAN UMROH

Sebagaimana halnya haji, umrah juga diwajibkan atas manusia sekali seumur hidup, dengan ketentuan adanya istitha’ah (kesanggupan), kecuali penduduk Makkah—sebab mereka hanya diwajibkan menunaikan haji, sedangkan umrah tidak.
Ibnu Umar RA berkata, “Tidak ada seorang pun, kecuali diwajibkan atasnya satu kali haji dan umrah.” (HR. Bukhari: III/15).
Dan Ibnu Abbas RA berkata, “Sesungguhnya umrah adalah teman sejawatnya (haji) di dalam Kitab Allah. Firman-Nya, “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah (QS. Al- Baqarah: 196).”
Abu Hurairah RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Suatu ibadah umrah hingga sampai umrah lainnya adalah sebagai pelebur (dosa) di antara keduanya. Sedangkan haji yang mabrur tidak mempunyai balasan kecuali surga.” (HR. Bukhari: 111/15).
Di dalam Shahih Muslim diceritakan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Mengerjakan umrah pada bulan Ramadhan menyamai ibadah haji.” (HR. Muslim: IV/61).
Umar meriwayatkan, Nabi SAW bersabda, “Perturutkanlah antara haji dan umrah, sebab sesungguhnya berturut-turutnya antara keduanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa-dosa, ibarat kir (ububan api pada tukang besi) yang menghilangkan kotoran besi.” (HR. Ibnu Majah: 11/964).
Dan dinukil dari kitab Ihya Ulumuddin, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa keluar untuk menunaikan ibadah haji atau umrah lalu meninggal dunia, maka baginya diberlakukan pahala berhaji dan berumrah hingga hari kiamat. Dan barangsiapa meninggal dunia di salah satu Tanah Suci, maka kelak dia tidak diadili dan tidak pula dihisab, melainkan dikatakan kepadanya, “Masuklah ke dalam surga” (vol. I, hlm. 215).
Jabir bin Abdillah RA mengatakan, Nabi SAW bersabda, “Tamu Allah ada tiga macam; orang yang berhaji, berumrah, dan berperang.” (Ihya Ulumuddin: 1/215).
Abi Suhail mendengar Abu Hurairah RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda—pada Haji Wada’ di Makkah:
“Para jamaah haji dan umrah adalah tamu Allah SWT. Dia akan memenuhi apa yang mereka minta, mengabulkan apa yang mereka doakan, memberikan ganti kepada mereka atas apa yang telah mereka belanjakan, dan melipatgandakan satu dirham untuknya menjadi sejuta dirham.”
Berikutnya seorang pria berdiri seraya berkata, “Ya Rasulullah, aku relakan ayah dan ibuku untukmu, di manakah kelipatgandaan itu?”
Beliau bersabda, “Adapun (pengganti) belanja mereka, maka demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan-Nya, akan diberikan kepadanya di alam dunia sebelum mereka keluar darinya. Sedangkan mengenai (kelipatan), satu juta, maka itu akan diberikan di akhirat kelak. Dan demi Tuhan yang mengutusku dengan membawa kebenaran, satu keping dirham itu lebih berat daripada gunung kamu ini dan beliau menunjuk ke arah gunung Abi Qubais.” (Al-Fakihy: 1/418-419).
Menurut Ibrahim, orang yang mengerjakan umrah itu dianjurkan agar bermukim di Makkah selama tiga hari, kemudian pergi. (Al-Fakihy: 11/310).
Abu Bakar bin Abdurrahman diberitahu oleh utusan Marwan yang diutus kepada Ummi Ma’qil, dia berkata, “Abu Ma’qil telah menunaikan ibadah haji bersama Rasulullah SAW ketika dia kembali. Berkatalah Ummu Ma’qil, “Aku mengerti bahwa aku diwajibkan mengerjakan haji.”
Kemudian mereka berdua pergi menemui beliau, lalu Ummu Ma’qil berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku diwajibkan mengerjakan haji, sementara Abu Ma’qil mempunyai seekor anak unta.” Abu Ma’qil berkata, “Dia benar, aku telah menjadikannya di jalan Allah.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda,“Berikanlah kepadanya agar dia pergunakan untuk berhaji, sebab haji adalah di jalan Allah.”
Kemudian Abu Ma’qil memberikan anak unta itu kepada istrinya, lalu Ummu Ma’qil berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku seorang perempuan yang sudah tua dan sakit-sakitan, maka adakah suatu amalan yang dapat mencukupiku dari haji itu?” Beliau bersabda, “Umrah pada bulan Ramadhan mencukupi haji.” (HR. Abu Daud: 11/204).
Diceritakan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW hendak menunaikan ibadah haji. Maka seorang perempuan berkata kepada suaminya, “Hajikanlah aku bersama Rasulullah.”
Lalu si suami berkata, “Aku tidak mempunyai kendaraan untuk engkau pergunakan berhaji.” Perempuan itu berkata “Hajikanlah aku dengan untamu yang anu.” Si suami berkata, “Unta itu khusus dipergunakan di jalan Allah.”
Kemudian suami itu mendatangi Rasulullah SAW dan berkata, “Sesungguhnya istriku menyampaikan salam kepada engkau. Dia meminta kepadaku agar dapat menunaikan ibadah haji bersama engkau. Lalu aku katakan bahwa aku tidak mempunyai kendaraan yang dapat dipergunakan untuk berhaji. Aku hanya mempunyai seekor unta yang khusus dipergunakan di jalan Allah.”
Kemudian beliau bersabda, “Sungguh, seandainya engkau menghajikan istrimu dengan (unta) itu, niscaya hal itu ada di jalan Allah.”
Dia berkata “Dan dia juga menyuruhku untuk menanyakan kepada engkau tentang (amalan) yang menyamai ibadah haji bersama engkau.”
Maka Rasulullah SAW bersabda, “Ucapkanlah salam sejahtera baginya, dan beritahukanlah kepadanya bahwa sesungguhnya umrah itu menyamai ibadah haji bersamaku.” Maksudnya, umrah pada bulan Ramadhan. (HR. Abu Daud: 11/205).
Thalhah bin Ubaidillah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Haji adalah jihad, sedangkan umrah adalah tathawwu’ (ibadah sunah).” (HR. Ibnu Majah: 995).
Mujahid berkata, “Mengerjakan umrah setelah haji adalah seperti thawaf di Baitullah.” (Al-Fakihy: 11/285).
Ibnu Abi Najih bertanya kepada ayahnya, ‘Tidakkah engkau pergi berumrah bersama kami?” Dia menjawab, “Selain yang kita perbuat setiap hari?” Maksudnya thawaf di Baitullah. (Al- Fakihy: 11/285).
Diceritakan dari Nafi’, bahwa Abdullah bin Umar dahulu berlari-lari kecil di dalam thawafnya ketika dia datang untuk berhaji atau berumrah sebanyak tiga kali putaran, dan berjalan sebanyak empat kali putaran, seraya berkata, “Rasulullah SAW pun melakukan hal ini.” (HR. Nasa’i: V/230)
Sumber :  http://www.jurnalhaji.com

No comments:

Post a Comment